Selasa, 27 Oktober 2009

BERMATABAT DENGAN ILMU

BERMARTABAT DENGAN ILMU
Oleh : AF. Muntashir,S.Sos.I

Dalam lembaran sejarah bangsa-bangsa besar dunia, tiada bangsa yang maju dan bermartabat serta berperadaban agung tanpa diawali dengan sebuah tradisi ilmu. Ilmu merupakan barometer tertinggi akan kebanggaan suatu bangsa. Suatu masyarakat berbangga dan membanggakan bangsanya karena kekuatan nilai-nilai universal yang tertuang dalam tradisi keilmuannya.

Satu contoh adalah bangsa Jepang, bagaimana bangsa kecil ini mampu bangkit dari keterpurukan setelah mengalami kekalahan pada Perang Dunia ke-II ?. Jepang telah mampu membangun bangsanya dengan budaya ilmu. Pada abad ke-19, memang Jepang dikenal dengan bangsa “haus ilmu”. Banyak ilmuwan Barat heran, bagaimana bangsa yang dikalahkan dan dihancurkan dalam perang itu kini mampu mengalahkan Barat dalam berbagai bidang ?.
Profesor Ezra Vogel dari Harvard University merumuskan bahwa kejayaan Jepang ialah berkat kepekaan pemimpin, institusi, dan rakyat Jepang terhadap ilmu dan informasi dan kesungguhan mereka menghimpun dan menggunakan ilmu untuk faedah mereka. Sehingga Jepang dalam waktu yang relatif singkat menjadi salah satu kekuatan dunia dalam bidang sains, teknologi, dan ekonomi yang mengagumkan pada masa selanjutnya.
Bagaimana dengan dunia Islam ?, dalam literatur Islam banyak sekali ayat-ayat al Qur’an yang menjelaskan tentang ilmu. Bahkan ayat-ayat tersebut banyak diturunkan di Makkah. Ini menunjukkan ilmu menempati derajat yang utama dan pertama setelah Iman. Sebab hanya dengan beriman dan berilmulah seseorang dapat mencapai kemulyaan di dunia dan di akherat. Allah Swt. berfirman dalam Surat al Mujadalah ayat 58;
يرفع الله الذين أمنوا منكم و الذين أوتوا العلم درجات (سورة المجادلة : 58)
Artinya : “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan yang berilmu dengan beberapa derajat”.
Ilmu dalam Islam haruslah senantiasa berdimensi Iman, karena ilmu adalah buah dari pada iman. Dengan berilmu saja seorang tidaklah cukup mendaki derajat ketaqwaan sebagai tujuan utama dari seluruh kehidupan manusia. Dari sini menjadi jelas bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang keimanan. Adapun Ilmu keimanan itu adalah ilmu tentang bagaimana mengenal Allah Swt dengan sebenar-benarnya.
Ibnu ‘Abbas ra. ketika menafsirkan lafadz liya’budun (ليعبدون) pada surat Adz Dzariyat ayat 56 dengan makna liya’rifun (ليعرفون) ”tidak lain mereka hanya mengenal Allah Swt.” Dengan kata lain bahwa tiadalah manusia itu diciptakan melainkan hanya untuk mengenal-Nya. Mengenal di sini berarti bahwa manusia dengan segala bentuk penyerahannya yang disimbolkan dengan bentuk-bentuk ibadah seperti shalat, puasa, dan lain-lain adalah untuk menjaga pengetahuannya akan Allah. Karena ma’rifah (معرفة) merupakan ilmu (pengetahuan) yang datang dari Allah ke dalam hati (قلب) dan seluruhnya tergantung kepada-Nya. Sebab itulah, tidak penting suatu kondisi tetap apabila tidak dipelihara dan diperkuat dengan ibadah secara terus-menerus.
Selain ayat di atas, banyak hadist-hadist Nabi serta atsar para sahabat yang menjelaskan perintah untuk berilmu dan mencari ilmu serta keutamaan-keutamaannya. Salah satunya sabda Rasullah Saw. “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan”. Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata kepada sahabatnya Kamil, “Ilmu itu lebih baik dari pada harta, ilmu akan selalu menjagamu, sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sementara harta sesuatu yang dihukumi (mahkum ‘alaih)”.
Melihat konsep ilmu dalam Islam ini dengan cukup gamblang dan jelas baik dari al Qur’an, hadist dan atsar sahabat, seharusnya dunia Islam -lebih-lebih bangsa Indonesia sebagai negeri muslim terbesar- memiliki spirit serta perhatian besar akan masalah ilmu. Baik ilmu yang mengajarkan aspek duniawi maupun ukhrawi. Kebangkitan dunia Islam haruslah diawali dengan ‘budaya ilmu’ (تفقه في الدين).
Meskipun Jepang dengan kekuatan tradisi ilmunya mampu bangkit dari keterpurukan, akan tetapi perlu disadari dan dipahami bahwa tradisi ilmu dalam konteks Islam berbeda dengan tradisi ilmu di Jepang. Kebangkitan yang diharapkan dari dunia Islam tidak lain adalah Kebangkitan yang Integral yang memadukan aspek dunia dan akherat, aspek jiwa dan raga. Sebab Islam selain sebagai sebuah agama, Islam sebagai sebuah Peradaban.
Peradaban Islam semenjak kelahirannya telah dimulai dengan tafaqquh fi ad din. Mulai dari turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. proses interaksi dan ideasi antar individu dan masyarakat selalu senantiasi berdasarkan pada wahyu. Ini bukti bahwa ilmu tidak hanya dalam pikiran semata akan tetapi mewujud dalam sebuah aktifitas baik berupa amal infiradi maupun amal jama’i. Dari sinilah lahir komunitas ilmiah yang mana oleh sebagian ahli sejarah disebut Ahlus Suffah.
Dengan demikian dapat kita pahami bersama, bahwa ilmu merupakan kunci suatu peradaban. Suatu peradaban akan tumbuh berkembang dan eksis sepanjang zaman manakala peradaban tersebut benar-benar memiliki sumber ilmu dan akan abadi manakala sumber ilmu tersebut bersifat absolut. Akan tetapi kekuatan sumber tak akan mampu terwujud dalam realita, apabila sumber tersebut tidak mampu dipahami dengan baik dan benar. Dan kondisi umat Islam di abad ini adalah bukti ketidakmampuan tersebut. Sehingga kemuliaan Islam belum mampu hadir dalam ruang dan waktu di setiap aktivitas keseharian kita. Sehingga selain penting upaya membangkitkan kembali tradisi ilmu dalam rangka membangkitkan kembali tegaknya peradaban Islam adalah suatu keniscayaan.

0 komentar:

Posting Komentar